Liputan6.com, Bandungar Penyakit cacar monyet (monkeypox) memiliki dampak paling buruk jika terkena pada anak-anak. Pada beberapa kasus, tingkat keparahannya lebih tinggi dibandingkan orang dewasa yang terkena cacar monyet.
Menurut dokter spesialis anak Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Bandung, Djatnika Setiabudi, dari seluruh kasus cacar monyet yang dilaporkan sebagian besar terjadi pada anak. Angka kematian akibat virus ini, kata Djatnika, yaitu 1-10 persen dan paling banyak ke anak dan orang dengan kekebalan tubuhnya terganggu.
"Pada umumnya cacar monyet terhadap anak terdapat gejala utama seperti demam dan nafsu makan berkurang. Dua fase pertama, lima hari gejala demam, setelah itu timbul ruam kulit. Bedanya dengan cacar air biasanya dari wajah turun ke seluruh tubuh. Kelainannya dari bentol berisi nanah yang pecah lalu timbul bekas," kata Djatnika, ditulis Sabtu, (18/5/2019).
Vaksin yang bisa digunakan sementara adalah vaksin variola. Namun, kata Djatnika, vaksin tersebut dinilai sangat langka karena cacar dinyatakan bebas sekitar tahun 1980-an.
“Dulu kalau ada yang pernah istilahnya dikuris saat kecil, itu merupakan pemberian vaksi anticacar. Namun untuk monkeypox ini, saat ini belum ada obat atau vaksinnya jadi hanya suportif saja,” ujar Djatnika.
Monkeypox pertama kali terdapat pada monyet yang di cek di laboratorium pada 1958. Monyet termasuk di antara sejumlah spesies, termasuk manusia, anjing padang rumput, tikus, dan tupai, yang dapat terinfeksi virus ini.
Namun, monyet tidak dianggap sebagai reservoir atau sumber alami virus. Para ilmuwan masih berusaha mengidentifikasi reservoir monkeypox dan mengapa penyakit yang jarang terlihat selama beberapa dekade ini tampaknya menjadi lebih umum.
Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Republik Indonesia meminta masyarakat tidak perlu panik terkait ditemukannya penyakit cacar monyet di Singapura beberapa waktu lalu.
"Sampai saat ini belum ditemukan kasus Monkeypox di Indonesia," kata Anung Sugihantono, Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kemenkes dalam rilis pers.
No comments:
Post a Comment