Saat itu, pemadaman kebakaran terkendala medan yang berat. Pemadaman api secara konvensional pun tak bisa dilakukan. Sebab, kebakaran berada di ketinggian sekitar 2.800 mdpl.
Petugas juga berhadapan dengan bahaya angin kencang yang membuat api sulit dipadamkan. Di medan ekstrem ini, seorang petugas bahkan bisa terjebak dalam kobaran api, jika tak berhati-hati.
"Sarannya, kalau mematikan api harus memastikan api betul-betul padam. Tidak ada sisa," ungkap Kusworo, Selasa (11/9/2018).
Kusworo bercerita, secara teori, kebakaran hutan atau semak bisa dipadamkan dengan memotong jalur rembetan api. Misalnya, dengan memotong pohon dan membersihkan semak untuk melokalisasi api.
Namun, rupanya saat itu api juga merembet di bawah tanah, sehingga tak tampak. Api ini lantas muncul di lokasi lain sehingga kebakaran tak bisa cepat dipadamkan. Kesulitan juga bertambah lantaran tak ada sumber air yang bisa membantu pemadaman api.
"Khawatir ada pendaki atau warga yang terjebak api," ujarnya.
Kondisi kering yang berimbas pada meningkatnya risiko kebakaran juga berarti pertanda bahaya untuk pendaki. Persediaan air bersih pendaki pun harus dipastikan cukup. Pasalnya, pendaki bakal kesulitan mencari sumber air bersih pada musim kemarau.
Simak juga video pilihan berikut ini:
No comments:
Post a Comment